PEMAKSIMALAN PRAKTIK PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A. Pengertian IQ, EQ, dan SQ
1. Intelligence Quotient (IQ)
Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti pintar dan cerdik, cepat tanggap dalam menghadapi masalah dan cepat mengerti jika mendengarketerangan. Kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut kemampuan fikiran.
Otak manusia memiliki lapisan terluar yang disebut neo-cortex. Otak neo-cortex manusia mampu berhitung, belajar aljabar, mengoperasikan komputer, belajara bahasa Inggris, dan lainnya. Melalui penggunaan otak neo-cortex maka lahirlah konsep IQ (kecerdasan intelektual). Secara garis besar kecerdasan intelektual adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat–alat berpikir.
Kecerdasan ini pertamakali diusulkan sekitar tahun 1912 oleh William Strernsebagai pengukur kualitas seseorang pada saat itu. Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor” atau Thurstone (1938) dengan teori “Primary Mental Abilities”, menghasilkan pengelompokan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Intelligence Quotient (IQ) yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori idiot sampai dengan genius. Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Prancis pada abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi, sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford Binet.
2. Emotional Quotient (EQ)
Pada tahun 1948 R.W Leeper, seorang peneliti dari Amerika memperkenalkan gagasan mengenai “pemikiran emosional” yang diyakini sebagai pemikiran logis. Akan tetapi, hanya sebagian kecil psikolog yang melanjutkan pemikiran ini sampai 30 tahun. Istilah kecerdasan emosional baru dikenal secara luas sekitar pertegahan 90-an, istilah ini dipakai pertama kali oleh psikolog Petter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Horward Gardner mengungkapkan kecerdasan emosi terdiri dari dua kecakapan yaitu intrapersonal intelligence dan interpersonal intelligence. Intrapersonal intelligence atau kecerdasan intra personal adalah kemampuan seeorang berkomunikasi dan memandang diri sendiri (sefl image), serta kemampuan seseorang mengendalikan dirinya (self control). Orang yang cerdas dalam intra personal, mendapat julukan orang yang dewasa atau matang. Interpersonal intelligence atau kecerdasan inter personal adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain, bersosialisasi, mengerti orang lain (empati) dan memberikan respon (simpati) kepada orang lain.18 Karena berfokus pada intrapersonal intelligence dan interpersonal intelligence inilah kecerdasan emosional memberikan implikasi positif yang lebih besar dalam kehidupan seseorang.
3. Spiritual Quotient (SQ)
Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kecerdasan rohaniah yang menuntun diri kita memungkinkan kita utuh. Pengertian lain menyebutkan bahwa keceradasn spiritual adalah kecerdasan yang menyangkut fungsi jiwa sebagai peran internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik sebuah kenyataan.
Kecerdasan spiritual bukan hanya mengatahui nilai-nilai yang ada tetapi juga kreatif dalam menemukan nilai-nilai baru. Di samping itu kecerdasan spiritual (SQ) tidak bergantung pada budaya atau nilai. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa kecerdasan spiritual tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri.
Kecerdasan spiritual berasal dari dalam hati, menjadikan seseorang kreatif dalam menghadapi masalah pribadi, mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya. Kecerdasan spiritual juga menjadikan seseorang memiliki aura dalam diri untuk mencapai ketenangan dan kedamaian jiwa. Dengan belajar untuk memaknai setiap peristiwa yang terjadi maka seseorang dapat meningkatkan perkembangan spiritualnya. Selain itu kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang sangat dicintainya. Kecerdasan ini pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall.
B. Kontribusi IQ, EQ, dan SQ dalam praktik psikologi pendidikan
Kontribusi yang diberikan oleh IQ, EQ, dan SQ sangat besar dalam praktik psikologi pendidikan. Berikut beberapa kontribusi IQ, EQ, dan SQ dalam praktik psikologi pendidikan.
1. IntIntelligence Quotient (IQ)
IQ yang pertamakali digagas pada tahun 1912, merupakan pengukur tingkat kecerdasan dari seseorang. IQ yang mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, mengkategorikan kecerdasan seseorang dari tingkat idiot sampai genius. Kemudian, Lewis Terman berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet yang selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford Binet.
Sekarang ini untuk mengukur tingkat kecerdasan seorang anak, dapat dilakukan tes IQ misalnya dari Binet Simon. Kusien intelegensi diperoleh dengan membagi usia mental dengan usia kronologis, lalu diperkalikan dengan angka 100:
Dari hasil tes Binet Simon, dibuatlah penggolongan inteligensi sebagai berikut:
a. Genius > 140;
b. Gifted > 130;
c. Superior > 120;
d. Normal 90-110;
e. Debil 60-79;
f. Imbesil 40-55;
g. Idiot > 30.
Orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi memiliki perbedaan karakteristik dengan orang-orang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual rendah. Karakteristik orang yang memiliki IQ tinggi antara lain :
a. Berpikiran secara logis
Logis merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang diungkapkan dengan kata-kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logis bisa juga diartikan dengan masuk akal. Orang yang berpikiran secara logis pasti pemikirannya masuk akal.
b. Rasional
Rasional diambil dari bahasa inggris rational yang berarti dapat diterima oleh akal dan pikiran serta dapat dinalar sesuai dengan kemampuan otak. Hal-hal yang rasional adalah sesuatu yang prosesnya dapat dimengerti sesuai dengan kenyataan dan realitas yang ada.
c. Sistematis
Sistematis adalah segala usaha untuk menguraikan dan merumuskan sesuatu secara teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat yang menyangkut objeknya.
Menurut William Stern bahwa kecerdasan seseorang sebagian besar tergantung pada dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kecerdasan seseorang. Teori yang cukup banyak dianut adalah bahwa kecerdasan terdiri dari suatu faktor G (general factor), kemampuan yang terdapat pada semua individu dengan tingkatan yang berbeda satu sama lain, dan berbagai faktor S (special factor), kemampuan yang berkaitan dalam bidang tertentu. Faktor G berbeda dengan faktor S, masing-masing merupakan satu kesatuan yang memiliki kualitas tersendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat IQ pada diri seseorang adalah :
a. Pengaruh faktor bawaan atau keturunan;
b. Pengaruh lingkungan;
c. Pengaruh faktor pembentukan;
d. Minat dan pembawaan yang khas;
e. Kebebasan.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Akan tetapi faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan satu sama lain.Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai fator keturunan dan dirangsang oleh faktor lingkungan terus menerus. Orang tua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasannya sejak di dalam kandungan, masa bayi dan balita. Akan tetapi, orang tua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi), anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejal di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.
Kecerdasan intelektual sangat berperanan penting dalam kehidupan setiap individu, karena IQ merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh otak manusia yang untuk melakukan beberapa kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar serta mengambil keputusan dan menjalankan keputusan tersebut. Orang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang baik, baginya tidak ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan dan diolah, untuk pada waktu dan pada saat dibutuhkan diolah dan diinformasikan kembali.
2. Emotional Quotient (EQ)
Menurut Daniel Goleman, seorang pakar kecerdasan emosi berpendapat bahwa peningkatan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ). Jika kemampuan murni kognitif (IQ) relative tidak berubah, maka kecakapan emosi dapat dipelajari dan ditingkatkan secara signifikan. Dengan motivasi dan usaha yang benar, maka kecakapan emosi dapat dipelajari dan dikuasai. Ada beberapa karakteristik orang yang memiliki EQ tinggi, yaitu :
a. Berempati.
b. Mengungkapkan dan memahami perasaan.
c. Mengendalikan amarah.
d. Kemandirian.
e. Kemampuan menyesuaikan diri.
f. Disukai.
g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
h. Ketekunan.
i. Kesetiakawanan.
j. Keramahan.
k. Sikap hormat.
Menurut Daniel Goleman (Emotional Intelligence, 1996), bahwa orang yang mempunyai IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang memiliki IQ rata-rata tetapi EQ-nya tinggi, artinya bahwa penggunaan EQ justru menjadi hal yang sangat penting. IQ perlu dikembangkan menyangkut pengetahuan dan keterampilan, namun EQ juga harus dapat ditampilkan sebaik-baiknya karena itu EQ harus dilatih.
Kecerdasan emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sajak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Keluarga;
b. Lingkungan Pendidikan;
c. Masyarakat.
Sama seperti halnya IQ, EQ juga sangat berperan penting dalam kehidupan setiap individu. Menurut Goleman bahwa EQ memiliki kontribusi penting dalam kesuksesan seseorang, bahkan melebihi dari IQ. IQ mengangkat fungsi pikiran, sedangkan EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya, dapat mengusahakan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Dengan memiliki kecerdasan emosional yang bagus, setiap individu memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, berhubungan dengan orang lain, kesadaran akan emosi orang lain (kemampuan mendengarkan, merasakan atau mengintuisikan perasaan orang lain dari kata, bahasa tubuh maupun petunjuk lain, serta kemampuan untuk menggunakan perasaan yang muncul dari dalam. Substansi dari kecerdasan emosionoal adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal.
3. Spiritual Quotient (SQ)
Menurut Robert A. Emmons, ada lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual yaitu kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak, kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk berbuat baik.
Menurut Marsha Sinetra, pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual terlihat dalam beberapa kepribadian, antara lain:
a. Memiliki kesadaran diri yang mendalam;
b. Memiliki pemahaman tentang tujuan hidup;
c. Memiliki rasa untuk berkontribusi kepada orang lain;
d. Memiliki pandangan yang luas mengenai dirinya dan orang lain serta lingkungan sekitarnya.
Dalam perkembangannya, kecerdasan spiritual dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi antara lain:
a. Keberhasilan seseorang dalam mengembangkan beberapa bagian dari
dirinya sendiri;
b. Pendidikan yang diberikan oleh keluarga sejak kecil;
c. Lingkungan sekitar yang dapat memberikan pengaruh terhadap keadaan spiritual seseorang.
Sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional, pada saat-saat tertentu melalui pertimbangan afektif, kognitif, dan konatifnya, manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apapun, termasuk dirinya. Menurut Danah Zohar, bahwa IQ bekerja untuk melihat keluar (mata pikiran)dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ menunjuk pada kondisi pusat diri. Orang yang ber-SQ tinggi memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, seseorang mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Kecerdasan spiritual (SQ) menyadarkan seseorang akan tujuan hidup dan pemaknaan kehidupan yang dijalaninya. Bahwa hidup memiliki arah dan tujuan hidup, bahwa setiap kehidupan memiliki pemaknaan yang tidak sekedar makna-makna yang bersifat duniawi. Kecerdasan ini menjadi pedoman, arah dan tujuan hidup untuk menjalani kehidupan.
Jika postingan ini bermanfaat bagi Anda, jangan lupa share dan silahkan komen untuk memberikan saran, masukan dan ide untuk postingan selanjutnya.
Pertamax gan. Tingkatkan trus skill menulis gan. Salah satu kecerdasan manusia yg sangat penting adalah membaca menulis.
BalasHapus